Nama Latinnya adalah Physalis angulata. Aku mengenal buah ini di masa kecil, kami menyebutnya buah Ceplukan. Dulu saat melewati masa liburan sekolah kami sering menghabiskan waktu menginap di rumah kakek dan nenek dari pihak Ayah. Di sana kami juga punya teman-teman main selain sepupu yang kebetulan tinggalnya di rumah tersebut.
Sampai masa-masaku di Sekolah Menengah Atas (SMA) desa yang terletak di salah satu lokasi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara tersebut masih sangat asri, nyaman dan tenang. Dulu kegiatan kami adalah menyusuri pematang sawah, mencari jamur kalau lagi musimnya datang. Masuk hutan mencari tanaman pakis buat dimasak, juga memancing ikan dan mencari kepah di sungai. Ada yang tidak mengenal „kepah“...?
Saat sedang menyusuri hutan itulah aku sering sekali mendapati buah Ceplukan tersebut, tumbuh liar di antara tanaman di hutan. Yang aku tahu Ceplukan ini bukan untuk dikonsumsi manusia, tetapi makanan burung. Buahnya bulat, berwarna kuning jika sudah masak, sekilas agak mirip dengan tomat, terbungkus oleh kelopak bunga membentuk menyerupai lampion, dan rasanya manis dan kadang agak asam.
Saat sedang menyusuri hutan itulah aku sering sekali mendapati buah Ceplukan tersebut, tumbuh liar di antara tanaman di hutan. Yang aku tahu Ceplukan ini bukan untuk dikonsumsi manusia, tetapi makanan burung. Buahnya bulat, berwarna kuning jika sudah masak, sekilas agak mirip dengan tomat, terbungkus oleh kelopak bunga membentuk menyerupai lampion, dan rasanya manis dan kadang agak asam.
Sedikit heran ketika mengetahui ternyata physalis ini di Jerman biasa didapatkan di pasar. Hampir setiap hari bisa didapatkan buah ini hanya tidak terlalu banyak. Tetapi kalau musimnya tiba di negara yang menghasilkan buah tersebut biasanya cukup banyak juga didapati di pasaran. Sering juga physalis dipakai sebagai pelengkap salat atau hanya sebagai penghiasan dalam penyajian makanan.Physalis ini menurut ahli gizi banyak mengandung vitamin C dan memiliki beberapa khasiat, salah satunya adalah keluhan susah buang air kecil. Apakah masyarakat di tempat tinggal kakek dan nenekku dulu telah membudidayakan si Ceplukan ini untuk dikonsumsi sendiri atau masih tetap menjadinya sebagai makanan burung, aku tak pernah mendengar kabar tentang itu.
ketika ingat kegiatan masa kecil di kampung yang jauh di sana


No comments:
Post a Comment